Doa Ibu Untuk Anak

Keutamaan Berbakti Kepada Orang Tua Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Hadits

Syifa'i Tobing

Allah Swt. berfirman dalam kitab-Nya sebagai berikut.

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِيعَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ ﴿١٤﴾ وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿١٥(

“Dan Kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua ibu bapaknya. Sang ibu telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam masa dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku kamu akan kembali. Dan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang kembali dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, bergaullah dengan mereka di dunia dengan baik. Ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku kemudian hanya kepada-Ku kamu akan dikambalikan, maka Aku akan memberitakan segala yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman: 14-15)

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ” وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً

قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِ ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ ﴿١٥﴾ أُولَئِكَ الَّذِينَ نَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَنَتَجَاوَزُ عَنْ سَيِّئَاتِهِمْ فِي أَصْحَابِ الْجَنَّةِ وَعْدَ الصِّدْقِ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ ﴿١

“Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandung dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula), mengandung sampai menyapihnya akan memakan waktu tiga puluh bulan, sehingga apabila ia telah dewasa dan berumur empat puluh tahun. La berdoa, ‘Ya Tuhanku tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat yang telah engkau berikan kepadaku dan kepada ibu-bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal saleh yang Engkau ridai, berikan kepadaku (dengan memberikan kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari amal baik yang mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.” (QS. Al-Ahqaf: 15-16)

Seorang ibu mengandung anaknya selama sembilan bulan dengan segala risiko yang harus ditanggungnya. Segala rasa tidak enak, bahkan rasa sakit pun harus dialaminya, terutama pada saat melahirkan buah hatinya. Sesudah itu, ia pun masih terus memberikan segala hal yang tidak ternilai harganya dan tidak terhitung jumlahnya yang tidak akan bisa dibalas oleh anaknya.

Orang tua telah memberikan perhatian sedemikian rupa kepada anak-anaknya. Mereka rela tidak tidur di malam hari dan merasa letih di siang hari. Penjagaan dan perhatian terhadap anaknya terus diberikan sepanjang waktu. Mereka berusaha melindunginya dari panas, dingin, dan rasa sakit. Mereka terus mengawasi kondisi anak-anaknya. Mereka pun turut merasakan segala yang dirasakan oleh anaknya, baik sedih maupun gembira, sakit maupun sehatnya.

Rasulullah Saw. Pun memerintahkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua kita. Hal tersebut secara jelas diriwayatkan dalam beberapa hadis berikut.

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki menemui Rasulullah Saw. Lelaki itu minta izin untuk ikut berjihad. Rasulullah Saw. Bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Lelaki itu pun menjawab, “Ya masih hidup, wahai Rasul.” Mendengar jawaban lelaki itu, Rasulullah Saw. Pun bersabda, “Berbaktilah kepada mereka berdua, itulah jihadmu.” (HR. Muslim)

Diriwayatkan pula ada seorang lelaki dari Yaman yang datang untuk hijrah kepada Rasulullah. Rasulullah Saw. Bertanya, “Apakah engkau masih mempunyai keluarga di Yaman? Lelaki itu menjawab, “Kedua orang tuaku masih ada.” Rasulullah Saw. Kembali bertanya, “Apakah mereka berdua telah memberimu izin untuk berjihad?” Lelaki itu menjawab, “Tidak.” Mendengar jawaban laki-laki itu, Rasulullah Saw. Pun bersabda, “Kembalilah dan mintalah izin kepada mereka terlebih dahulu. Jika mereka merestui, silakan ikut berjihad. Jika tidak ada restu dari mereka, berbaktilah kepada mereka.” (HR. Abu Daud)

Diriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki datang dan menemui Rasulullah Saw. Kemudian berkata, “Aku berbaiat kepadamu wahai Rasulullah untuk berhijrah dan berjihad. Aku ingin mendapatkan pahala dari Allah.” Mendengar perkataan laki-laki tersebut, Rasulullah Saw, pun bertanya, “Apakah salah satu orang tuamu masih hidup?” Laki-laki itu pun menjawab, “Ya, bahkan keduanya masih hidup.” Mendengar jawaban laki- laki itu, Rasulullah Saw. Pun kembali bertanya, “Apakah kamu ingin pahala dari Allah?” Laki-laki itu kembali menjawab, “Ya, benar.” Rasulullah Saw. Kemudian bersabda, “Kembalilah dan berbaktilah kepada kedua orang tuamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Diriwayatkan bahwa ada seorang lelaki datang menemui Rasulullah dan berkata, “Aku ingin ikut serta berjihad tetapi tidak mampu.” Mendengar perkataan lelaki itu, Rasulullah Saw. Pun bertanya, “Apakah salah satu orang tuamu masih hidup?” Lelaki itu menjawab, “Ya, ibuku.” Rasulullah Saw. Kemudian bersabda, “Berharaplah kepada Allah dan berbaktilah ke- pada ibumu. Jika kamu telah melakukannya, kamu telah mendapatkan pahala haji, umrah, serta pahala berjihad di jalan Allah.” (HR. Ath-Thabrani)

Diriwayatkan bahwa Jahimah pernah menemui Rasulullah Saw. Dan berkata, “Wahai Rasul, aku ingin ikut berperang, aku datang ke sini untuk meminta pendapatmu!” Mendengar kata- kata Jahimah tersebut, Rasulullah Saw. Pun bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?” Jahimah menjawab, “Ya masih hidup.” Rasulullah Saw. Kemudian bersabda, “Berbaktilah kepadanya, surga itu berada di bawah kakinya.” (HR. An-Nasai)

Diriwayatkan bahwa Thalhah bin Mu’awiyah As-Sulami pernah menemui Rasulullah Saw. Dan berkata, “Wahai Rasul, aku ingin ikut berjihad di jalan Allah.” Rasulullah Saw. Kemudian bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?” Thalhah pun menjawab, “Ya, masih hidup.” Rasulullah Saw. Kemudian bersabda, “Tetaplah berbakti kepada ibumu karena di situ terdapat surga.” (HR. Ath-Thabrani)

Rasulullah Saw. Bersabda, “Rida Allah tergantung pada rida orang tua, begitu pula murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (HR. At-Tirmidzi)

Rasulullah Saw. Bersabda, “Rezeki seseorang pasti terhalang oleh dosa yang menggunung. Takdir Allah hanya dapat ditolak dengan doa, dan umur hanya dapat diperpanjang dengan berbakti kepada orang tua.” (HR. Ibnu Majah)

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “Barang siapa yang ingin dipanjangkan umur dan dilapangkan rezekinya, hendaklah dia berbakti kepada ke- dua orang tuanya dan menyambung tali silaturahmi.” (HR. Ahmad)

Diriwayatkan dari Muadz bin Anas, bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “Barang siapa yang ingin dipanjangkan umur dan dilapangkan rezekinya, hendaklah dia berbakti kepada kedua orang tuanya, Allah pasti menambah umurnya.” (HR. Ath- Thabrani)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “Jagalah wanita-wanita orang lain, niscaya wanita kalian juga dijaga. Berbaktilah kepada kedua orang tua kalian, niscaya anak-anak kalian akan berbakti kepada kalian. Siapa saja yang di datangi saudaranya untuk meminta maaf, hendaklah dia menerima maafnya, baik saudaranya itu benar atau salah. Jika dia tidak mau melakukan itu, dia tidak dapat mendatangi telagaku.” (HR. Al-Hakim)

Malik bin Amru Al-Qusyaini pernah mendengar Rasulullah Saw. Bersabda, “Orang yang memerdekakan salah satu budak muslimah, budak itu dapat menjadi tebusan dari neraka. Sedangkan orang yang masih bertemu dengan salah satu orang tuanya, namun dia tidak mendapatkan maafnya, Allah Swt. Pasti menjauhkannya dari surga.” (HR. Ahmad)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra. Bahwa telah datang seorang lelaki kepada Rasulullah Saw. Dan bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah yang paling berhak aku layani (patuhi)?” Rasulullah Saw. Kemudian menjawab, “Ibumu.” Lelaki itu bertanya lagi, “Lalu siapa?” Rasulullah Saw. Kembali menjawab, “Ibumu.” Lelaki itu kemudian kembali bertanya, “Lalu siapa lagi?” Rasulullah Saw. Kemudian menjawab, “Ayahmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah Swt. Memerintahkan agar kita berbakti kepada orang tua sebab orang tua, terutama ibu, memiliki karamah doanya dikabulkan. Apakah kita tidak takut jika kehidupan yang kita tempuh berbuah penderitaan dan kesengsaraan karena durhaka kepada ibu? Bukankah kita ingin menikmati kehidupan yang bahagia, sejahtera di dunia dan akhirat, serta selamat dari siksa neraka? Dalam sebuah hadis pun diterangkan bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “Doa orang tua untuk anaknya bagaikan doa Nabi terhadap umatnya.”

Mengapa di dunia ini ibu adalah manusia yang paling mulia? Apa yang menjadi alasan sehingga doa ibu menyimpan kekeramatan? Berikut akan dibahas jawaban dari pertanyaan- pertanyaan tersebut.

Pertama, karena ibu adalah sosok wanita luar biasa. Ibu sangat berjasa untuk membentuk generasi penerus. Ibu adalah orang yang paling dekat dengan anaknya. Ibu senantiasa mendampingi kita dengan penuh kesabaran. Kasih sayang seorang ibu tidak pernah terputus. Mulai dari dalam kandungan, ibu senantiasa membimbing dan tak pernah bosan menasihati agar kita menempuh jalan yang benar, menaiki tangga menuju kedewasaan. Oleh karena itu, seorang ibu sangat dimuliakan. Allah Swt. Memberikan karamah kepada seorang ibu berupa doa yang senantiasa dikabulkan.

Kedua, ibu mengandung anaknya selama kurang lebih sembilan bulan. Inilah yang menjadi alasan mengapa doa ibu menyimpan kekeramatan. Kata “mengandung” dapat dipahami sebagai membawa beban yang berat. Coba kita bayangkan, sekian lama seorang ibu ke sana ke mari membawa calon anaknya. Semakin bertambah bulan bertambah besar pula kandungannya. Hal ini membuat ibu sulit untuk bergerak, sulit untuk tidur, saat duduk pun pinggang terasa tidak nyaman. Namun karena Allah memberikan fitrah di dalam dirinya berupa kasih sayang, keadaan yang demikian itu tidak membuatnya menderita.

Ketiga, ibu adalah sumber kehidupan. Ketika seorang anak berada dalam kandungan, lewat tali plasenta ibu mentransfer zat makanan ke tubuh anaknya. Kesehatan bayi di dalam kandungan bergantung pada keadaan ibunya. Menjelang kelahiran, sang ibu masih memberikan kesempatan kepada janin di dalam kandungannya untuk menghisap nutrisi. Setelah lahir, ibu selalu memberikan kasih sayang dan menjamin nutrisi yang baik untuk anaknya agar dapat tumbuh dengan baik. Karena itulah Allah memberi karamah kepada ibu sehingga doanya makbul untuk anaknya.

Baca Juga

Tinggalkan komentar