Cinta yang tumbuh di dalam keluarga terkadang bisa tumbuh seperti bunga. Bau harumnya semerbak menyejukkan kalbų Namun, tidak jarang cinta itu layu karena tidak lagi disirami dengan kecintaan kepada Allah Swt.
Masalah demi masalah datang silih berganti. Semuanya menantang pribadi untuk berpikir dewasa. Terkadang konflik yang terjadi dapat semakin menguatkan ikatan dalam keluarga, tetapi tak jarang juga yang berujung dengan permusuhan jangka panjang yang tak kunjung menemukan solusi untuk mengatasinya.
Disadari atau tidak, seorang istri menjadi kekuatan penting dalam kehidupan suami. Bukan hanya pelengkap, tapi ia adalah penentu utama dan memiliki peran besar bagi kesuksesan suami dan buah hatinya.
Sejarah telah mencatat, dibalik kesuksesan dan kebesaran seorang suami selalu ada istri yang setia menopang dan membantunya. Di balik Nabi Adam ada siti Hawa, di balik Nabi Muhammad ada Khadijah. Demikianlah, istri yang sosoknya terlihat lemah, ternyata memiliki energi yang luar biasa. Ia adalah inspirasi tak bertepi yang mampu menghantarkan sang suami ke jenjang kesuksesan yang sepintas mustahil dijangkaunya.
Begitu juga sebaliknya, hari ini, betapa banyak kita dengar orang-orang besar yang mendadak hancur karir dan masa depannya karena terjerat kasus hukum, mulai dari perselingkuhan, korupsi sampai pembunuhan. Tentu ini tidak harus terjadi apabila di belakang mereka ada sosok istri yang hebat, yang mampu mendamaikan mata dan jiwa sang suami.
Dalam rumah tangga, peran istri bak kopilot bagi pesawat terbang. Dengan posisi ini, istri bukan hanya dituntut pandai mengatur keuangan rumah tangga, tapi juga pintar mengatur arah bahtera keluarga agar selamat dalam menghadapi besarnya gelombang kehidupan.
Menjadi suami yang saleh
Suami saleh adalah suami yang menjadi teladan dalam ketakwaan kepada Allah Swt. La menjadi sosok teladan yang dicintai dan dikagumi istri dan juga anak-anaknya. Ia menjadi imam dengan kemuliaan akhlak sekaligus pelindung yang bijak.
Suami yang saleh memaksimalkan ikhtiar dan doanya di penghujung malam untuk memohon keselamatan keluarganya dari fitnah dunia dan akhirat. Suami yang seperti itulah yang menjadi harta berharga bagi istri. Kepadanyalah, seorang istri akan merasakan kebahagiaan di dalam hidupnya dan di akhirat kelak. Keberuntunganlah yang akan diterima seorang istri jika dia mempercayakan hidupnya, memberikan segala cinta, perhatian, dan kasih sayangnya kepada suami yang saleh. Karena di dirinyalah, seorang istri akan mendapatkan apa yang didambanya: ketenangan, keteduhan, kedamaian, serta perlindungan dan cinta.
Suami yang saleh mampu memberikan hal-hal berikut kepada keluarganya:
- Membahagiakan istri. Suami yang saleh adalah sosok yang bisa membahagiakan istri dan anak-anaknya serta keluarganya, baik di dunia ini ataupun di akhirat kelak. Seorang suami yang saleh tidak akan memberikan makan istri dan anak-anaknya kecuali dengan harta yang halal.
- Menjaga amanah. Suami yang saleh adalah seorang suami yang mampu menjaga amanah serta memperlakukan istri dan anaknya dengan sifat-sifat yang terpuji, selalu bersabar atas setiap kesalahan istrinya, dan memperlakukan istrinya dengan kelembutan dan penuh maaf saat istri melakukan kesalahan.
- Arif dan bijaksana. Suami yang saleh mampu bersikap bijaksana dalam tindakannya, mendengar pendapat istri, Dan jika terjadi perbedaan pendapat dengan istrinya, la akan menghargai pendapat sang istri dengan sikap terpuji dan penuh cinta kasih.
- Menjadi teladan. Suami yang saleh selalu menjadi teladan terpuji untuk istri dan anaknya. Ja mampu menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam mendidik diri, istr), dan anak-anaknya untuk menapaki jalan menuju keridhaan Allah Swt. Ia mengarahkan istri dan anak-anaknya untuk mencintai ilmu, menguasai ilmu, dan mengamalkannya.
Betapa bahagianya wanita yang berdampingan dengan suami yang saleh. La yang mampu menaklukkan dunia dengan ibadah Ibadah yang ia praktikkan tidak hanya syariat yang berdimensi spiritual semata, namun juga ibadah yang memberikan manfaat bagi orang lain.
Ibadah adalah hal utama yang tidak boleh ditinggalkan oleh setiap orang. Siapa saja yang meninggalkan ibadah karena mementingkan perkara lain, maka baginya jelas, kerugian yang tak terkira. Dengan kata lain, siapa yang taat dalam beribadah, maka ia termasuk orang yang benar dan hidup hatinya. Dan sebaliknya, siapa yang enggan apalagi membangkang dari beribadah, maka baginya kerugian yang besar.
Manusia bisa menjadikan seluruh hidupnya sebagai ibadah tanpa harus meliburkan diri dan memutuskan segala kegiatan yang lain. Islam menganggap segala gerakan dan napas sebagai ibadah bila seseorang mempersembahkannya kepada Allah Swt. Bahkan, urusan duniawi pun bisa menjadi ladang pahala di akhirat, tergantung dari niatnya.
Jadi, suami yang saleh tidak pernah menyia-nyiakan waktunya selama sehari (24 jam) selain untuk lebih dekat dengan Allah Swt.Dengan melakukan amal-amal kebaikan. Mencuci baju, menyetrika, mengajar, menulis, membaca, berkata baik, memasak untuk keluarga, bahkan mencari nafkah dan seluruh aktivitas, menyayangi anak dan istri adalah ibadah, selama itu diniatkan karena Allah Swt.
Namun demikian, ada kalanya suami juga menemukan kemalasannya. Bilamana demikian, ia pun beristigfar, meminta ampun kepada Allah Swt. Dan sebagai seorang istri yang baik, seharusnya ia juga ikut mendoakan supaya suaminya diberi keteguhan untuk selalu berada dalam ketaatan dan diberi kekuatan untuk beribadah kepada Allah Swt. Di antara doa yang bisa dibaca oleh istri adalah
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوْبِ صَرِّفْ قُلُوْبَنَا عَلَى طَاعَتِك
Allaahumma musharrifal quluubi sharrif quluubanaa ‘alaa thaa’atika.
“Ya Allah, Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu.”
Doa ini sebagaimana termaktub dalam hadis Nabi Saw. Dari Abdullah bin Amru bin Ash, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. Bersabda:
إِنَّ قُلُوْبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوْبِ صَرِّفْ قُلُوْبَنَا عَلَى طَاعَتِك
“Sesungguhnya hati semua manusia itu berada di antara dua jari dari sekian jari Allah yang Maha Pemurah seperti halnya satu hati, yang akan Dia palingkan menurut kehendak-Nya.” Setelah itu, Rasulullah Saw, berdoa, “Allahumma mushorrifal quluub sharrif quluubanaa ‘alaa thaa’atika (Ya Allah, Dzat yang Memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu).” (HR. Muslim)
Istiqamah menjalankan syariat islam
Istiqamah merupakan salah satu perkara yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim, karena dengan sifat istiqamah itu, ia tidak akan dilanda perasaan takut untuk mewujudkan nilai- nilai keimanan dan tidak akan berduka cita bila mengalami risiko yang tidak menyenangkan sebagai konsekuensi dari keimanannya.
Allah Swt. Berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhanku Allah kemudian mereka istiqamah, maka mereka tidak ada rasa takut dan tidak berduka cita.” (QS. Al-Ahqaf [46]: 13)
Perintah untuk istiqamah selalu berada di jalan yang benar memang merupakan perintah yang berat. Istiqamah bukan hanya penting, tapi juga menyangkut martabat dan kemuliaan seseorang dalam memegang prinsip-prinsip kebenaran. Dalam kehidupan saat ini, sulit sekali untuk menjadi orang yang istiqamah. Banyak godaan yang ada di hadapan kita. Karenanya, penting bagi para istri untuk memahami hal-hal pokok apa saja yang harus dimiliki dalam hal istiqamah.
a. Istiqamah dalam aqidah
Aqidah secara harfiah artinya ikatan. Ini menunjukkan bahwa ketika seseorang telah mengakui Allah Swt. Sebagai Tuhannya, maka ia harus mau terikat dengan segala prinsip-prinsip hidup Yang telah digariskan oleh-Nya. Ibarat bangunan, aqidah adalah fondasinya, sehingga luasnya bangunan itu akan berdiri sesuai dengan fondasinya.
Suami yang benar-benar istiqamah menjalankan syariat Islam, keyakinannya akan kuat dan tidak akan dicampuri dengan keyakinan yang bathil, seperti kemusyrikan, baik dalam bentuk yang kecil maupun besar.
Allah Swt. Berfirman:
“Maka, janganlah kamu berada dalam keragu-raguan tentang apa yang disembah oleh mereka. Mereka tidak menyembah melainkan sebagaimana yang nenek moyang mereka sembah dahulu. Dan sesungguhnya Kami pasti akan menyempurnakan dengan secukup- cukupnya terhadap mereka dengan tidak mengurangi sedikitpun.”(QS. Hud [11]: 109)
Banyak orang tidak istiqamah dalam masalah aqidah, sehingga keyakinan dan keterikatan mereka kepada Allah Swt. Menjadi tidak kuat. Karena itulah dalam masalah aqidah, seseorang perlu memperkuat hati, lisan, dan perjuangannya untuk tetap istiqamah.
1. Istiqamah hati. Hati adalah pemimpin dari seluruh organ tubuh. Bila hati tidak istiqamah, maka seluruh tubuh juga akan mengikutinya. Hati adalah cermin diri dan gambaran realitas. Hati yang damai adalah kesejukan, hati yang lembut adalah keteduhan, hati yang lapang adalah rahmat. Sebaliknya, hati yang dengki adalah malapetaka.
2. Istiqamah lisan. Lisan adalah cerminan hati seseorang. Jika hati bersih, maka yang dikeluarkan oleh lisan adalah Kata-kata yang baik pula. Jika lisan terbiasa berucap kotor, maka yang keluar secara refleks adalah kalimat kotor pula
3. Istiqamah akhlak. Sebagai konsekuensi dari keislaman yang sudah kita nyatakan, maka setiap orang harus menyadari dan melaksanakan tuntunan syariat dan ketentuan akhlak yang telah diturunkan dan ditetapkan oleh Allah sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasul-Nya. Keistiqamahan dalam masalah ini menjadi penting untuk diingatkan karena ketika kita ingin menjalani kehidupan yang sesuai dengan syariat dan akhlak dalam Islam, kita akan menemui banyak kendala sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, yang artinya: “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al-Jatsiyah [45]: 18)
b. Istiqamah dalam perjuangan
Rasulullah Saw. Diutus Allah untuk menyebarluaskan dan menegakkan agama Islam yang diturunkan padanya. Rasulullah dengan para sahabatnya telah menunjukkan hasil yang gemilang sehingga Islam tersebar luas dan kita pun menjadi pengikutnya hingga hari ini. Istiqamah dalam perjuangan yaitu meyakini kebenaran yang kita perjuangkan kemudian memperjuangkannya secara terus-menerus, baik dalam keadaan senang atau susah, saat banyak pengikut atau sedikit pengikutnya, bahkan saat tidak ada penentang maupun banyak yang menentang.
Akhirnya harus diakui bahwa istiqamah dalam hidup ini merupakan sesuatu yang berat, tapi bukan berarti kita tidak bisa mencapainya manakala kita bersungguh-sungguh untuk menggapainya.
Semoga para suami dimudahkan untuk berada dalam keistiqamahan dan para istri selalu setia berada dalam doa-doanya, mendoakan suami agar selalu menjadi sosok yang istiqamah menjalankan kebenaran dan kebaikan.
Inilah doa yang perlu dipanjatkan agar suami bisa menjadi orang yang istiqamah:
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba’da idz hadaytanaa wahab lanaa min ladunka rahmah, innaka antal wahhaab.
“Wahai Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong pada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemberi (karunia).”
Sabar dan tegar menghadapi cobaan
Ada pasang surut dalam kehidupan ini, ada nikmat dan ada musibah. Dalam menghadapi itu semua, seyogyanya setiap orang harus bersabar. Allah Swt. Memberikan cobaan sebenarnya agar manusia lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Bukan karena soal cinta ataupun hal lainnya.
Cobaan yang diberikan Allah Swt. Jelas dengan tujuan agar manusia bisa lebih mawas diri serta berhati-hati dalam melangkah. Oleh karena itu, keimanan, keyakinan, tawakal, dan kesabaran yang kokoh amat dibutuhkan oleh tiap suami dalam menghadapi badai cobaan yang menerpa. Sehingga, pada akhirnya, dia tidak berburuk sangka kepada Allah Swt. Atas segala ketentuan-Nya.
Dan haruslah diyakini bahwa Allah Swt. Tidaklah menurunkan berbagai musibah, melainkan sebagai ujian atas keimanan manusia Allah pun menjaminkan diri sebagai satu-satunya penolong bagi hamba yang membutuhkan pertolongan-Nya.
أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِن قَبْلِكُم مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang- orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, “Kapankah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 214)
Orang-orang yang sabar dalam menghadapi cobaan hidup ini adalah manusia pilihan yang akan dijadikan Allah Swt. Sebagai kekasih-Nya, sebagaimana Allah firmankan bahwa Dia-lah Tuhan yang mencintai orang-orang yang sabar.
a. Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan
Kita harus selalu berada dalam keimanan dan meninggalkan perkara yang diharamkan. Yang lebih baik lagi adalah, sabar dalam meninggalkan kemaksiatan karena malu pada Allah. Apabila kita mampu muraqabah (meyakini dan merasakan Allah sedang melihat dan mengawasi kita), maka sudah seharusnya kita malu bermaksiat, karena kita menyadari bahwa Allah Swt. Selalu melihat apa yang kita kerjakan, sebagaimana tertulis dalam firman-Nya:
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan Dia bersama kami di mana saja kantu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hadid [57]: 4)
b. Sabar dalam melaksanakan ketaatan
Tujuan menjalankan ketaatan ialah agar amal ibadah yang kita lakukan diterima Allah, dengan semata-mata ikhlas karena Allah Swt. Perlu diketahui bahwa ketaatan itu amatlah berat dan menyulitkan bagi jiwa seseorang. Terkadang pula melakukan ketaatan itu berat bagi badan, sebab merasa malas dan lelah.
Pada intinya, untuk melaksanakan ketaatan itu terdapat rasa berat dalam jiwa dan badan sehingga butuh kesabaran dan perlu dipaksakan. Allah Swt. Berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imran [3]: 200)
c. Sabar menghadapi takdir Allah
Takdir Allah Swt. Itu ada dua macam, ada yang menyenangkan dan ada yang terasa pahit. Untuk takdir Allah yang menyenangkan, seseorang hendaknya bersyukur. Syukur termasuk dalam kategori ketaatan, sehingga juga membutuhkan kesabaran dan hal ini termasuk dalam sabar bentuk pertama di atas.
Sedangkan takdir Allah Swt. Yang dirasa pahit, misalnya mendapat musibah pada badannya atau kehilangan harta atau kehilangan salah seorang kerabat, maka ini semua membutuhkan Kesabaran dan pemaksaan diri. Dalam menghadapi hal semacam Ini, hendaklah seseorang bersabar dengan menahan dirinya jangan sampai menampakkan kegelisahan pada lisan, hati, atau anggota badannya.
Sabar tergolong perkara yang menempati kedudukan agung, la termasuk salah satu bagian ibadah yang sangat mulia. Dan hakikat penghambaan yang sejati tidak akan terealisasi tanpa kesabaran.
Allah Swt. Befirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 153)
Inilah doa yang bisa dipanjatkan oleh istri agar suaminya menjadi orang yang sabar dan tegar dalam menghadapi setiap masalah:
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Rabbanaa afrigh ‘alainaa shabran wa tsabbit aqdaamanaa wanshurnaa ‘alal qaumil kaafiriin.
“Wahai Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, dan teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang- orang kafir.”
Mendapatkan pekerjaan yang layak
Tidak semua pernikahan diawali dengan kemapanan. Banyak pasangan yang memantapkan diri untuk menikah setelah mereka merasa cocok dan siap membangun keluarga yang sakinah. Itulah Pasangan yang hebat karena mengawali pernikahan dengan sebuah keyakinan bahwa pernikahan adalah pintu awal pembuka rezeki.
Rezeki itu datangnya dari Allah Swt. Dan akan terus bertambah manakala disyukuri. Jangan pernah merasa kurang karena Allah tahu apa yang kita butuhkan. Allah Swt. Berkehendak atas apa yang Dia inginkan. Dan Dia tidak akan membuat hamba-Nya hidup menderita selama hamba itu mau berjuang meraih rezeki yang halal. Seorang wanita yang telah memantapkan diri memasuki gerbang pernikahan dan mengubah statusnya menjadi seorang istri, jangan pernah risau dengan keadaan.
Ada fase dimana awal pernikahan itu sebuah penyesuaian, baik itu penyesuaian finansial dan juga penyesuaian kepribadian. Masing-masing harus saling memotivasi untuk menghadapi setiap masalah yang terjadi.
Banyak istri yang tidak siap ketika melihat suaminya menganggur. Bukannya ia membantu berdoa dan memintakan kemurahan rezeki kepada Allah Swt., ia justru marah dan menyalahkan suami.
Dalam mengarungi bahtera rumah tangga, faktor materi memang diperlukan. Meski uang bukan segalanya, tetapi segalanya tetap membutuhkan uang. Maka, peran seorang suami amat sentral. La adalah pencari nafkah dan tulang punggung keluarga.
Lalu, bagaimana jika fungsi ini tidak berjalan? Tidak ada satu pun wanita di dunia ini yang mendambakan memiliki suami pengangguran dan tidak berpenghasilan. Fenomena seperti ini banyak terjadi sehingga terkadang istri terpaksa yang banting tulang mencari nafkah. Sebagai istri, tugas Anda adalah menenangkan hati dan menghibur suami dengan cara-cara seperti ini:
1. Menghibur dengan kata-kata yang tulus dan tidak menyinggung. Agar bisa meringankan beban suami, Sebaiknya istri tidak menggunakan kata-kata yang merendahkan harga dirinya. Alangkah baik dukungan kepada suami itu dengan kata-kata yang penuh cinta dan penghormatan.
2. Alternatif membuka usaha sendiri. Anda bisa memberikan alternatif yang bisa membuat suami menjadi lebih senang, yaitu membuka sebuah usaha dengan menyesuaikan modal yang ada. Cara ini efektif untuk membantu masalah finansial keluarga Anda yang mungkin sedang macet akibat suami yang tidak lagi bekerja.
3. Rajin berdoa. Jika Anda dan suami sudah berusaha, maka tugas selanjutnya adalah berdoa. Berdoa agar suami mendapat pekerjaan yang layak dan diberkahi Allah Swt. Di antara bacaan doa itu adalah:
اللَّهُمَّ يَا غَنِيٌّ يَا حَمِيدُ يَا مُبْدِءُ يَا مُعِيدُ يَا رَحِيمُ يَا وَدُوْدُ أَغْنِنَا بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَبِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
Allahumma yaa ghaniyyu yaa hamiid yaa mubdi-u yaa mu’iid yaa rahiimu yaa waduud aghnina bihalaalika ‘an haraamika wa bifadhlika ‘amman siwaaka.
“Ya Allah, Tuhanku yang Maha Kaya dan Maha Terpuji, Tuhan yang menakdirkan dan yang mengembalikan, yang Maha Kasih dan Maha Kasih Sayang. Berilah aku kekayaan harta yang Engkau halalkan bukan yang engkau haramkan, berilah aku kelebihan dari yang lain dengan berkah karunia-MU.”
Doa ini bisa dibaca setiap selesai salat Jumat sebanyak 70 kali. Jika diamalkan secara istiqamah, insyaallah bagi orang yang sedang mencari pekerjaan akan segera mendapatkannya.
Dimudahkan rezekinya
Apabila suami sudah mendapatkan pekerjaan, tugas istri selanjutnya adalah mendoakannya agar rezeki yang didapat menjadi berkah. Dengan rezeki yang penuh berkah, maka hati menjadi tenang dan menjadikan keluarga lebih bahagia.
Bila direnungkan, sungguh kita akan menemukan bahwa kenikmatan dunia yang dihalalkan untuk kita nikmati, melebihi jumlah barang-barang yang diharamkan oleh Allah Swt. Bahkan, barang-barang yang diharamkan sangatlah sedikit jumlahnya. Tentu saja itu semua diharamkan demi kepentingan manusia sendiri.
Tidaklah ada barang yang diharamkan, melainkan sebab mengandung madharat dan dapat menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup kita. Cepat atau lambat, kita pasti akan mengetahui kemadharatan barang-barang haram tersebut. Adapun manfaat harta yang halal adalah:
1. Mewariskan amal saleh
Rezeki yang halal adalah bekal sekaligus pembangkit semangat untuk beramal saleh. Mari kita simak firman Allah ini:
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَعليم
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mukminun [23]: 51)
Menurut Ibnu Katsir, dalam ayat ini Allah Swt. Memerintahkan para rasul agar mengonsumsi makanan yang halal dan beramal saleh. Penyandingan dua perintah ini mengisyaratkan bahwa makanan halal merupakan pembangkit amal saleh.
Bila selama ini kita merasakan malas dan berat untuk beramal, alangkah baiknya bila kita mengoreksi kembali makanan dan minuman yang kita konsumsi. Ketahuilah harta kekayaan dunia ini diumpamakan dengan ladang gembalaan binatang ternak. Barang siapa yang mendapatkannya dengan benar-seperlunya, dengan cara yang benar dan dibelanjakan pada jalan yang benar pula, maka harta itu menjadi sebaik-baik bekal dalam beramal saleh. Dengan harta kekayaan, ia dapat memenuhi kebutuhannya.
Sedangkan orang yang mengumpulkan harta kekayaan dengan cara yang tidak benar, melebihi keperluannya, dari jalan haram dan ia tidak membelanjakannya di jalan yang diridhai Allah, maka perumpamaannya bagaikan orang yang makan akan tetapi tidak pernah merasa kenyang. Akibatnya, ia bisa ditimpa penyakit berbahaya dan terjerumus dalam kebinasaan.
Ia seperti binatang yang tidak pernah kenyang, atau orang sakit yang senantiasa kehausan. Setiap kali minum, ia makin bertambah haus. Akibatnya, perutnya pun semakin membengkak. Dan kelak pada hari kiamat, harta bendanya itu akan menjadi saksi atas ketamakannya dan perilakunya yang senantiasa membelanjakan harta benda pada jalan-jalan yang dimurkai Allah.
2. Menjadi penyebab diterimanya amal
Rezeki halal bukan hanya menjadi pembangkit semangat untuk beramal saleh. Rezeki halal juga menjadi penentu diterima atau tidaknya amal kita. Setelah membaca ayat berikut: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari rezeki-rezeki baik yang telah Kami karuniakan kepadamu,” Rasulullah Saw. Bersabda, “Seorang lelaki bepergian jauh hingga penampilannya menjadi kusut, lalu ia menengadahkan kedua tangannya ke langit sambil berkata, Ya Rab, Ya Rab, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya Haram, dan dahulu ia diberi makan dari makanan yang haram, maka mana mungkin permohonannya dikabulkan.” (HR. Muslim)
Menurut Ibnu Rajab, pada hadis ini terdapat isyarat bahwa suatu amalan tidak akan diterima dan tidak berkembang kecuali dengan makanan halal. Karena itu, memakan makanan haram dapat merusak dan menjadikan amalan tidak diterima.
Kesimpulannya, setiap orang yang memakan makan yang halal, maka amal salehnya akan diterima. Dan bila makanannya tidak halal, maka yang dimakan itu akan menghalangi amalnya untuk sampai kepada Allah Swt.
3.Pencegah dan penawar berbagai penyakit
Sekarang ini banyak jenis penyakit yang bermunculan di masyarakat. Berbagai tindakan preventif dan upaya pencegahan dan pengobatan telah ditempuh, akan tetapi penyakit seakan tak kenal gentar. Dari hari ke hari jumlah penderita penyakit terus bertambah, dan jenis penyakit pun juga berlipat ganda, serta silih berganti.
Berbagai penyakit dan wabah yang melanda kita mungkin sebagian dari akibat perbuatan dosa umat manusia yang semakin hari kian merajalela. Salah satu kemaksiatan yang telah mendarah daging di masyarakat ialah memakan makanan haram.
Allah Swt. Berfirman:
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا
“Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senangHati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang baik lagi baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 4)
Dalam menafsikan ayat ini, Ibnu Jarir berpendapat bahwa makna dari Fakuluuhu hanii-an marii-a adalah: “Maka, makanlah pemberian itu, niscaya ia menjadi obat yang menawarkan.
Kebanyakan wabah penyakit, petaka, dan bencana yang menimpa umat manusia zaman sekarang adalah akibat dari harta haram dan ambisi manusia. Padahal, Allah telah menjelaskan kepada kita semua sebab-sebab yang dapat mendatangkan rezeki dengan penjelasan yang amat gamblang.
Allah Swt. Menjanjikan keluasan rezeki kepada siapa saja yang menempuhnya serta menggunakan cara-cara yang diridhai-Nya. Allah juga memberikan jaminan bahwa mereka pasti akan sukses serta mendapatkan rezeki dengan tanpa disangka-sangka.
Di antara sebab-sebab yang melapangkan rezeki adalah sebagai berikut:
1. Takwa pada Allah
Dengan bertakwa kepada Allah Swt., rezeki yang diharapkan akan terus bertambah. Allah Swt. Berfirman, “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Thalaq [65]: 2-3)
Setiap orang yang bertakwa, menetapi segala yang diridhai Allah dalam segala kondisi, maka Allah akan memberikan keteguhan di dunia dan akhirat. Salah satu dari sekian banyak pahala yang akan dia peroleh adalah Allah akan memberikan jalan keluar baginya dalam setiap Haram, dan dahulu ia diberi makan dari makanan yang haram, maka mana mungkin permohonannya dikabulkan.” (HR. Muslim)
Menurut Ibnu Rajab, pada hadis ini terdapat isyarat bahwa suatu amalan tidak akan diterima dan tidak berkembang kecuali dengan makanan halal. Karena itu, memakan makanan haram dapat merusak dan menjadikan amalan tidak diterima.
Kesimpulannya, setiap orang yang memakan makan yang halal, maka amal salehnya akan diterima. Dan bila makanannya tidak halal, maka yang dimakan itu akan menghalangi amalnya untuk sampai kepada Allah Swt.
3. Pencegah dan penawar berbagai penyakit
Sekarang ini banyak jenis penyakit yang bermunculan di masyarakat. Berbagai tindakan preventif dan upaya pencegahan dan pengobatan telah ditempuh, akan tetapi penyakit seakan tak kenal gentar. Dari hari ke hari jumlah penderita penyakit terus bertambah, dan jenis penyakit pun juga berlipat ganda, serta silih berganti.
Berbagai penyakit dan wabah yang melanda kita mungkin sebagian dari akibat perbuatan dosa umat manusia yang semakin hari kian merajalela. Salah satu kemaksiatan yang telah mendarah daging di masyarakat ialah memakan makanan haram.
Allah Swt. Berfirman:
“Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang Hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan yang baik lagi baik akibatmya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 4)
Dalam menafsikan ayat ini, Ibnu Jarir berpendapat bahwa makna dari Fakuluuhu hanii-an marii-a adalah: “Maka, makanlah pemberian itu, niscaya ia menjadi obat yang menawarkan.
Kebanyakan wabah penyakit, petaka, dan bencana yang menimpa umat manusia zaman sekarang adalah akibat dari harta haram dan ambisi manusia. Padahal, Allah telah menjelaskan kepada kita semua sebab-sebab yang dapat mendatangkan rezeki dengan penjelasan yang amat gamblang.
Allah Swt. Menjanjikan keluasan rezeki kepada siapa saja yang menempuhnya serta menggunakan cara-cara yang diridhai-Nya. Allah juga memberikan jaminan bahwa mereka pasti akan sukses serta mendapatkan rezeki dengan tanpa disangka-sangka.
Di antara sebab-sebab yang melapangkan rezeki adalah sebagai berikut:
1. Takwa pada Allah
Dengan bertakwa kepada Allah Swt., rezeki yang diharapkan akan terus bertambah. Allah Swt. Berfirman, “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Thalaq [65]: 2-3)
Setiap orang yang bertakwa, menetapi segala yang diridhai Allah dalam segala kondisi, maka Allah akan memberikan keteguhan di dunia dan akhirat. Salah satu dari sekian banyak pahala yang akan dia peroleh adalah Allah akan memberikan jalan keluar baginya dalam setiap Permasalahan dan problematika hidup, dan Allah akan menganugerahkan kepadanya rezeki secara tidak terduga.
2. Banyak bertaubat
Termasuk sebab yang mendatangkan rezeki adalah istigfar dan taubat, sebagaimana firman Allah Swt. Yang mengisahkan tentang Nabi Nuh, “Maka, Aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh [71]: 10-12)
3. Silaturahmi
Ada banyak hadis yang menjelaskan bahwa silaturahmi merupakan salah satu sebab terbukanya pintu rezeki, di antaranya adalah sabda Nabi Saw. Sebagai berikut: “Siapa yang senang untuk dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah menyambung silaturahmi.” (HR. Bukhari)
4. Gemar bersedekah
Sedikit orang yang mengambil jalan ini. Banyak orang kaya harta, namun masih miskin hati. Jiwa sosialnya masih perlu dipertanyakan. Bersedekah baginya adalah sesuatu yang kurang menguntungkan, karena ia kurang yakin dengan jaminan dari Allah. Padahal, Allah Swt. Berfirman, “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia adalah sebaik-baik Pemberi rezeki.” (QS. Saba’ [34]: 39)
Adapun doa agar diberi kelancaran rezeki yang halal dan berkah adalah seperti berikut:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي رَزَقَنَا هَذَا مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنَّا وَلَا قُوَّةٍ، اللَّهُمَّ بَارِكْ فيه
Alhamdu lillaahil ladzii razaqanaa haadzaa min ghairi haulin minnaa wa laa quwwatin, allaahumma baarik fiihi.
“Segala puji bagi Allah yang telah memberi rezeki kepada kami dengan tidak ada daya dan kekuatan dari kami, ya Allah semoga Engkau berkahi rezeki kami.”
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقْنَا رِزْقًا حَلَالًا وَاسِعًا طَيِّبًا مِنْ غَيْرِ تَعَبٍ وَلَا مَشَقَّةٍ وَلَا ضَيْرٍ وَلَا نَصَبٍ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Allaahumma innaa nas-aluka an tarzuqanaa rizqan halaalan waasi’an thayyiban min ghairi ta’abin wa laa masyaqqatin wa laa dhairin wa laa nashabin innaka ‘alaa kulli syai-in qadiir “Ya Allah, aku minta pada Engkau akan pemberian rezeki yang halal, luas, dan baik, tanpa lelah, tanpa repot, tanpa kemelaratan, dan tanpa keberatan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Menjadi hamba yang bersyukur
Hidup ini pada hakikatnya adalah ujian. Melalu ujian kehidupan, nilai amal dan tingkat keimanan bisa diketahui. Melalui ujian kehidupan, kita bisa mengukur sejauh mana kesalehan seseorang.
Pada dasarnya, ujian kehidupan selalu memiliki dua bentuk: kenikmatan dan kesengsaraan. Ada kekayaan dan kemiskinan. Ada kesehatan dan penyakit. Ada juga kelapangan dan kesempitan. Seorang muslim yang baik akan menerima ujian kelapangan, kekayaan, kesehatan, dan kenikmatan dengan sikap penuh syukur.
Sifat syukur memang harus dimiliki oleh setiap orang, termasuk seorang suami yang menjadi kepala keluarga dan istri yang menjadi pendamping hidupnya. Dengan mengedepankan sifat syukur, akan lahir kekuatan yang luar biasa dalam hidup ini. Selain itu, juga akan terbentuk sumber daya manusia yang arif lagi bijaksana.
Keteladanan untuk selalu bersyukur ini telah lama diajarkan oleh Rasulullah Saw. Di tengah mengerjakan salat malam, Rasulullah menangis. Aisyah, sang istri, pun bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau menangis seperti itu, padahal Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?” Mendengar pertanyaan itu, Rasulullah menjawab, “Apakah tidak boleh jika aku menjadi hamba yang bersyukur, wahai Aisyah? Di hari kiamat ada seruan kepada orang-orang yang memuji, kemudian berdirilah sekelompok orang dan kelompok itu diberi sebuah bendera menuju surga.” Aisyah kemudian ber- tanya lagi, “Siapakah orang- orang yang memuji itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang senantiasa bersyukur dalam segala ke- adaan.”
Kisah ini memberikan. Keteladan kepada kita untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah Diberikan Alah Swt. Bahkan, Allah menjanjikan surga kepada mereka yang bersyukur. Syukur memiliki dimensi yang sangat luas. Syukur bukan hanya timbul dari mulut saja, tapi ucapan tulus sebagai bentuk dari keadaan hati yang selalu mengingat kemurahan Allah Swt.
Para ulama menjelaskan bahwa syukur adalah mengerjakan ketaatan kepada Allah, baik secara lahir maupun batin. Orang yang yang mengatakan dirinya bersyukur tapi tidak mengerjakan apa yang diperintahkan Allah Swt. Dan menjauhi larangan-Nya, maka dia bukan tergolong orang yang bersyukur. Banyak ayat Al-Qur’an yang menjadi landasan agar manusia selalu bersyukur kepada Allah, di antaranya adalah:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
“Maka, ingatlah kalian kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al-Baqarah [2]: 152)
Dalam ayat ini, dengan tegas Allah Swt. Memerintahkan kepada semua manusia untuk selalu bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan Allah pada kita, agar kita tidak menjadi orang yang ingkar atas segala kenikmatan-Nya. Kita tidak mungkin bisa menghitung nikmat yang kita terima selama ini. Kita hanya diminta untuk bersyukur sebagai bentuk kesadaran seorang hamba kepada Penciptanya.
Ada banyak hal yang melingkupi syukur. Syukur bisa dikatakan sempurna apabila telah memenuhi tiga kriteria, yaitu syukur dengan hati, syukur dengan lisan, dan syukur dengan amal atau perbuatan.
a. Syukur dengan hati
Syukur dengan hati dapat dilakukan dengan cara menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Allah Swt. Syukur dengan hati akan mengantar manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut.
Seorang yang bersyukur dengan hati akan selalu berzikir kepada Allah meski ia tengah dalam petaka. Ia tidak menganggap apa yang dialaminya itu sebagai suatu yang berat karena dia percaya bahwa segala sesuatu datangnya dari Allah Swt.
b. Syukur dengan lisan
Syukur dengan lisan adalah mengakui dengan ucapan bahwa nikmat itu berasal dari Allah sambil memuji-Nya. Al-Qur’an, seperti telah dikemukakan di atas, mengajarkan agar pujian kepada Allah disampaikan dengan kata “alhamdulillah”.
Dengan mengucap “alhamdulillah” itu artinya seseorang yakin dan sadar bahwa segala nikmat itu datangnya dari Allah Swt. Sehingga, kata “alhamdulillah” mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima pujian adalah Allah Swt. Bahkan, seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya.
Oleh karena itu, kita harus mengembalikan segala pujian kepada Allah. Pada saat kita memuji seseorang karena kebaikannya, hakikat pujian tersebut juga harus ditujukan kepada Allah Swt. Sebab, Dia-lah Pemilik Segala Kebaikan.
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut- nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS. Adh-Dhuha [93]: 11)
c. Syukur dengan perbuatan
Betapa banyak nikmat yang ada pada diri kita, tetapi kita justru seringkali melupakannya. Kebanyakan dari kita menganggap “biasa” terhadap nikmat yang kita dapatkan, seperti kesehatan yang kita miliki, sehingga kita tidak tahu betapa nikmat rasa sehat sampai kita telah kehilangan nikmat itu.
Anggapan seperti ini lama-kelamaan akan menyebabkan kita meremehkannya. Oleh karena itu, setiap orang wajib belajar mensyukuri nikmat Allah dengan berbagai bentuk kegiatan yang memberikan manfaat untuk orang lain. Misalnya, menolong orang lain yang kesusahan. Menolong adalah suatu pekerjaan yang mulia, yang padanya Allah juga memberikan pahala berlimpah.
اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (QS. Saba [34]: 13)
Untuk membangun rasa syukur itu, menurut Imam Ghazali, harus ada tiga elemen. Elemen pertama adalah ilmu, elemen kedua adalah perasaan, dan elemen ketiga adalah amal.
1. Ilmu. Untuk mengetahui seseorang itu benar-benar bersyukur, hal pertama yang perlu ada adalah ilmu. Hakikat tentang nikmat itu perlu diketahui. Ilmu tentang nikmat ini akan memampukan seseorang untuk memahami nilai nikmat tersebut dan selanjutnya menghargai nikmat itu.
2. Perasaan. Bila menerima suatu nikmat, seseorang haruslah mempunyai perasaan gembira dan bahagia. Bagaimana mungkin seseorang itu hendak bersyukur seandainya ia
a. Syukur dengan hati
Syukur dengan hati dapat dilakukan dengan cara menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Allah Swt. Syukur dengan hati akan mengantar manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut.
Seorang yang bersyukur dengan hati akan selalu berzikir kepada Allah meski ia tengah dalam petaka. Ia tidak menganggap apa yang dialaminya itu sebagai suatu yang berat karena dia percaya bahwa segala sesuatu datangnya dari Allah Swt.
b. Syukur dengan lisan
Syukur dengan lisan adalah mengakui dengan ucapan bahwa nikmat itu berasal dari Allah sambil memuji-Nya. Al-Qur’an, seperti telah dikemukakan di atas, mengajarkan agar pujian kepada Allah disampaikan dengan kata “alhamdulillah”.
Dengan mengucap “alhamdulillah” itu artinya seseorang yakin dan sadar bahwa segala nikmat itu datangnya dari Allah Swt. Sehingga, kata “alhamdulillah” mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima pujian adalah Allah Swt. Bahkan, seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya.
Oleh karena itu, kita harus mengembalikan segala pujian kepada Allah. Pada saat kita memuji seseorang karena kebaikannya, hakikat pujian tersebut juga harus ditujukan kepada Allah Swt. Sebab, Dia-lah Pemilik Segala Kebaikan.
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut- nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS. Adh-Dhuha [93]: 11)
c. Syukur dengan perbuatan
Betapa banyak nikmat yang ada pada diri kita, tetapi kita justru seringkali melupakannya. Kebanyakan dari kita menganggap “biasa” terhadap nikmat yang kita dapatkan, seperti kesehatan yang kita miliki, sehingga kita tidak tahu betapa nikmat rasa sehat sampai kita telah kehilangan nikmat itu.
Anggapan seperti ini lama-kelamaan akan menyebabkan kita meremehkannya. Oleh karena itu, setiap orang wajib belajar mensyukuri nikmat Allah dengan berbagai bentuk kegiatan yang memberikan manfaat untuk orang lain. Misalnya, menolong orang lain yang kesusahan. Menolong adalah suatu pekerjaan yang mulia, yang padanya Allah juga memberikan pahala berlimpah.
اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (QS. Saba [34]: 13)
Untuk membangun rasa syukur itu, menurut Imam Ghazali, harus ada tiga elemen. Elemen pertama adalah ilmu, elemen kedua adalah perasaan, dan elemen ketiga adalah amal.
1. Ilmu. Untuk mengetahui seseorang itu benar-benar bersyukur, hal pertama yang perlu ada adalah ilmu. Hakikat tentang nikmat itu perlu diketahui. Ilmu tentang nikmat ini akan memampukan seseorang untuk memahami nilai nikmat tersebut dan selanjutnya menghargai nikmat itu.
2. Perasaan. Bila menerima suatu nikmat, seseorang haruslah mempunyai perasaan gembira dan bahagia. Bagaimana mungkin seseorang itu hendak bersyukur seandainya ia Tidak mengalami rasa apa-apa apabila menerima nikmat tersebut?
3. Amal. Setelah seseorang mempunyai ilmu dan perasaan bahagia, rasa syukur tersebut perlu diwujudkan melalui perbuatan. Dalam hal ini, seseorang perlu menggunakan nikmat yang telah diperolehnya untuk mendekatkan diri pada Allah Swt.
Untuk membangun ketiga elemen ini, seseorang harus terus berdoa agar dirinya bisa menjadi orang yang bersyukur. Doanya adalah:
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ
Rabbi awzi’niy an asykura ni’matakallatiy an’amta ‘alayya wa ‘alaa waalidayya wa an a’mala shaalihan tardhaahu wa adkhilniy birahmatika fiy ‘ibadikash shaalihiin.”
“Wahai Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat- Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orangtuaku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai, dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba- hamba-Mu yang saleh.” (QS. An-Naml [27]: 19)
Nabi Muhammad Saw. Mengajarkan kepada Mu’adz bin Jabal. Beliau bersabda, “Wahai Mu’adz, sesungguhnya aku mencintaimu, maka janganlah engkau tinggalkan doa pada setiap akhir salat dengan membaca: Allahumma a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik (Ya Allah, tolonglah aku untuk selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada- Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu),
Tidak mudah tergoda wanita lain
Inilah hal yang paling pahit dihadapi oleh seorang istri. Tidak ada satu pun istri di dunia ini yang berharap suaminya ak terpikat dengan wanita lain. Wanita memang perhiasan dunia, da bisa menjadi penguat iman sekaligus bisa penghancur iman seorang Lelaki.
Waspadalah para istri agar suaminya tidak melakukan hal itu Jadikanlah rumah Anda sebagai surga bagi suami Anda, sehingga ia begitu nyaman untuk selalu berada di sisi Anda.
Bagi wanita, kesetiaan adalah segalanya, terlebih kepada seorang lelaki yang telah menjadi suaminya. Semua istri mendambakan suami yang setia dan menjadi pasangan yang bisa dipercaya.
Selingkuh itu bukan hanya selingkuh secara fisik. Selingkuh secara emosional sesungguhnya juga tidak kalah parahnya mengganggu kehangatan dan keharmonisan rumah tangga. Apalagi peluang untuk berselingkuh di masa sekarang ini semakin besar.
Pesatnya arus informasi dan teknologi seolah-olah sangat mendukung terjadinya perselingkuhan. Facebook, Twitter WhatsApp, dan semua media jejaring sosial lainnya memungkinkan tiap orang bisa berkomunikasi secara bebas. Bertukar komentar melihat foto, mengikuti aktivitas, dan banyak hal lain yang sebenarnya berpeluang menjadikan godaan-godaan emosional untuk berpindah ke lain hati itu bisa terjadi. Paling tidak, ada peluang untuk lebih merasakan nyaman berbicara dengan rekan rekan di dunia maya, sementara komunikasi dengan pasangan semakin jarang dilakukan.
Saat mulai ada indikasi terjadinya perselingkuhan, seorang istri harus tanggap dengan kondisi pasangannya. Bisa jadi, ada masalah dalam hubungan mereka yang mengakibatkan suam mulai tergoda untuk melakukan perselingkuhan. Untuk mengatasi dan mengantisipasi situasi yang kurang nyaman itu, ada cara yang bisa ditempuh seorang istri. Mohonlah kepada Allah agar Dia berkenan mengembalikan kasih sayang di hati suami. Lakukan amalan-amalan dan doa-doa ini:
Berdoalah setelah salat hajat dengan cara-cara berikut:
- Membaca istigfar sebanyak 100 kali
- Membaca salawat kepada Nabi Muhammad Saw. Sebanyak 100 kali
- Memohon kepada Allah, dan di antaranya dengan menggunakan kalimat atau ayat Al-Qur’an:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Katakanlah (wahai Muhammad), Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi kamu dan mengampuni dosa-dosa kamu. Dan (ingatlah) Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran [3]: 31)
Tidak mudah tergelincir dalam kemaksiatan
Menjauhi perbuatan maksiat merupakan ciri orang yang beriman kepada Allah Swt. Sebab, orang yang beriman tahu bahwa perbuatan maksiat itu nanti akan dibalas dengan siksa yang pedih. Nah, jika seorang suami gemar melakukan perbuatan maksiat, seyogyanya istri memohon perlindungan kepada Allah Swt. Agar pendamping hidupnya itu diberi hidayah.
Bukan hal yang mudah memang untuk mengubah perilaku semacam itu. Perlu kesabaran dan konsistensi dalam memberikan nasihat. Menghadapi suami yang memiliki kebiasaan buruk, misalnya berjudi dan mabuk, bukan hanya bepengaruh negatif pada diri pelaku, tetapi juga berpengaruh pada orang-orang yang ada di sekitarnya.
Jika dalam menghadapi hal semacam ini tidak dibarengi dengan kesabaran, tentu saja istri tidak akan betah untuk melanjutkan biduk rumah tangga. Bisa jadi ia akan mengajukan cerai dan mencari kehidupan lain yang lebih nyaman. Peranan istri sebagai penolong sangat dibutuhkan sehingga suami bisa menjalankan perannya secara lebih sehat, baik sebagai individu, ayah maupun kepala rumah tangga. Sebagai istri, Anda bisa mengunakan waktu bersama suami untuk bisa lebih mengenal secara personal dengan mencoba menjalin kedekatan secara emosi, misalnya dengan saling membuka diri untuk mengemukakan perasaan masing-masing.
Jika Anda mampu melakukan hal ini, maka insyaallah Anda akan menjadi istri yang salehah, yang mampu mengarahkan dan membangkitkan suami dari keterpurukan dosa. Istri yang salehah sudah barang tentu menginginkan suaminya menjadi suami yang baik.
Para istri jangan sekali-kali melupakan doa untuk suami Anda tercinta. Hal ini pun juga berlaku pada suami yang saleh. Lakukanlah pula hal yang sama untuk selalu mendoakan istri agar taat kepada Allah. Semua hati bisa jadi taat dengan izin Allah. Janganlah bosan-bosan untuk banyak berdoa demi kebaikan suami, meskipun ia sedang berada pada jalan yang salah.
Bacalah doa ini setiap saat, terutama setelah salat:
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ التَّوْبَةَ وَدَوَامَهَا وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ وَأَسْبَابِهَا وَذَكِّرْنَا بِالْخَوْفِ مِنْكَ قَبْلَ هُجُوْمِ خَطَرَاتِهَا وَاحْمِلْنَا عَلَى النَّجَاةِ مِنْهَا وَ مِنَ التَّفَكَّرِ فِي طَرَائِقِهَا وَامْحُ مِنْ قُلُوْبِنَا حَلَاوَةَ مَا اجْتَنِينَاهُ مِنْهَا وَاسْتَبْدِلْهَا بِالكَرَاهَةِ لَهَا وَالطَّمَعِ لِمَا هُوَ بِضِدِّهَا.
Allahumma innaa nas-alukat taubata wa dawaamahaa wa na’uudzu bika minal ma’shiyyati wa asbaabihaa wa dzakkirnaa bil khaufi minka qabla hujuumi khatharaatihaa wahmilnaa ‘alan najaati minhaa wa minat tafakkuri fii tharaa- iqihaa wamhu min quluubinaa halaawata majtanainaahu minhaa wastabdilhaa bil karaahati lahaa wath thama’i limaa huwa bidhiddihaa.
“Wahai Allah, kami memohon kepada-Mu petunjuk sehingga kami senantiasa bertaubat atas segala dosa dan kesalahan kami. Dan aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan maksiat dan sebab-sebabnya, dan jadikanlah kami selalu ingat kepada-Mu, sebelum datangnya hasrat untuk berbuat maksiat yang penuh bahaya. Selamatkanlah dengan adanya perasaan benci selalu terhadap perbuatan maksiat serta terbitkanlah dalam hati kami adanya rasa loba untuk berbuat sebaliknya.”
Selalu dalam lindungan Allah Swt.
Salah satu berkat terbesar yang dapat Anda berikan kepada suami adalah berdoa untuk kehidupannya sepanjang hari ini. Doa yang Anda panjatkan akan memberikan banyak sekali pengaruh. Hal yang bisa Anda doakan untuk suami adalah keselamatannya. Jika suami Anda adalah seorang manajer, berdoalah supaya dia menjadi pemimpin yang efektif dan teladan yang baik bagi bawahannya. Jika suami Anda baru saja bekerja di tempat yang baru, berdoalah supaya dia beradaptasi dengan cepat. Jika suami Anda tidak senang dengan pekerjaannya dan mencari pekerjaan baru menjadi satu- satunya pilihan, berdoalah supaya ada kesempatan yang lebih baik.
Peran doa Anda sangat diperhitungkan oleh Allah Swt. Melalui doa, insyaallah rezekinya akan diberikan dengan cara yang mudah dan berkah. Sebagai seorang suami, ia pun berharap agar nasib baik selalu berpihak kepadanya. Kesuksesan selalu menyertai dalam setiap langkahnya. Kemudahan senantiasa mewarnai setiap aktivitasnya.
Sebaliknya, tidak satu pun manusia yang mengharapkan keburukan (madharat) menimpa dirinya. Yang selalu didamba dan dirindukan adalah penjagaan Allah. Karena, apabila Allah selalu menjaganya, pasti setiap gerak langkah hidupnya senantiasa dalam lindungan Allah Swt.
Rasulullah Saw. Bersabda, “Jagalah Allah, niscaya kau akan dapatkan Dia selalu berada di hadapanmu. Kenalilah Allah kala senang maka Dia akan mengenalimu di saat kau susah. Ketahuilah balnea apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang akan menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa kemenangan bersama kesabaran, kelapangan bersama kesulitan, dan bersama kesukaran ada kemudahan.” (HR. Bukhari)
Menjaga Allah berarti melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Dengan cara ini, Allah Swt, akan menjaga diri, keluarga, agama, dan urusan dunia kita. Hal ini karena semua hukum dan ketentuan Allah diturunkan untuk menjaga keharmonisan hidup manusia dan seluruh makhluk lainnya yang ada di muka bumi ini.
Menjaga Allah berarti melaksanakan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Dengan melakukan hal tersebut, maka akan muncul ketenangan, kedamaian, dan ketenteraman hidup. Seseorang tidak akan khawatir mendapat perlakuan zalim dari orang lain, lantaran keadilan pasti ditegakkan dan hukum dijunjung tinggi.
Menjaga Allah berarti menyayangi sesama manusia. Memberikan zakat, infak, dan sedekah untuk mengatasi kemiskinan, menyediakan pendidikan dan penghidupan yang layak bagi fakir miskin dan anak-anak yatim, memberdayakan ekonomi umat, dan membiayai jihad di jalan Allah.
Kalau kita telah menjaga hukum-hukum Allah, maka perhatikanlah bagaimana Allah Swt. Akan menjaga kita, menjaga akidah kita dari kemusyrikan, menjaga kita dari kesesatan dan penyimpangan, menjaga kita dari kejahatan setan, jin, dan manusia. Jaminan Allah itu ditegaskan di dalam Al-Qur’an:
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِّن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ *
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 11)
Bila Allah Swt. Memberikan penjagaan kepada seseorang dan selalu berpihak kepadanya, maka kekuatan apa lagi yang dapat menandingi kekuatan Allah? Orang yang merasa selalu dijaga Allah Swt. Akan berjalan di muka bumi dengan penuh kemenangan. Kesulitan adalah pintu kemudahan. Kesedihan menjadi pintu kebahagiaan. Kegagalan merupakan pintu kesuksesan.
Berikut adalah bacaan doa selamat di dunia dan akhirat:
رَبَّنَا أَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Rabbanaa aatinaa fiddunyaa hasanah, wa fil aakhirati hasanah, wa qinaa ‘adzaaban naar.
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan hidup di dunia dan kebaikan hidup di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api neraka.”
Selain doa di atas, doa berikut ini juga bisa dipanjatkan oleh istri agar suaminya selalu dalam lindungan Allah Swt.:
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدِّينِ وَالدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Allaahumma innaa nas-alukal ‘afwa wal ‘aafiyata fiddiini wad dunya wal aakhirati.
“Ya Allah, kami mohon ampunan kepada-Mu dan limpahkanlah kesejahteraan dalam urusan agama, dunia, dan akhirat.”
Terhindar dari utang
Utang merupakan penderitaan dan tekanan hidup tersendiri, terlebih bagi orang yang kurang mampu. Nabi Saw. Sendiri dalam banyak kesempatan berlindung kepada Allah dari belitan utang.
Utang adalah tanggungan harta di pundak orang yang meminjam kepada pihak yang memberi pinjaman. Sebagai hak sesama hamba, utang memiliki konsekuensi yang berat di dunia dan akhirat. Jika seseorang memiliki utang kepada orang lain, maka ia wajib membayar lunas utang tersebut.
Seandainya seseorang yang memiliki utang meninggal dunia, namun utangnya belum terbayarkan, maka utang itu akan tetap menjadi tanggungan dirinya di alam kubur dan akhirat. Rasulullah bersabda, “Segala dosa diampuni atas diri orang yang mati syahid, kecuali utang.” (HR. Muslim)
Rasululullah Saw. Telah mengajarkan beberapa doa agar seseorang mendapat kemudahan dari Allah Swt. Untuk melunasi utang-utangnya. Abu Wail berkata, “Ada seorang (budak) laki- laki datang kepada Ali bin Abi Thalib dan berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, saya tidak mampu melunasi uang syarat pembebasan saya, maka bantulah saya. Mendengar hal itu, Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Maukah engkau apabila aku ajarkan kepadamu kalimat doa yang telah diajarkan Rasulullah Saw. Kepadaku? Dengan doa itu, seandainya engkau memiliki utang sebesar gunung Shir, niscaya Allah akan membayarkan utangmu. Bacalah:
اللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ، وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
Allaahummakfinaa bihalaalika ‘an haraamika wa aghninaa bifadhlika ‘amman siwaaka.
“Ya Allah, cukupilah aku dengan rezeki Mu yang halal sehingga aku terhindar dari rezeki yang haram dan perkayalah aku dengan Karunia-Mu, sehingga aku tidak meminta kepada selain-Mu.” (HR. Tirmidzi, Ahmad, dan Hakim)
Dalam riwayat yang lain, suatu hari Rasulullah melihat salah seorang sahabatnya, Abu Umamah termenung di masjid. Rasulullah merasa heran karena sahabatnya ini berada dalam masjid di luar waktu-waktu salat wajib. Dia juga tidak sedang melakukan amalan ibadah i’tikaf. Rasulullah bertanya kepadanya, “Wahai Abu Umamah, mengapa aku melihatmu duduk di masjid pada waktu- waktu di luar salat?”
Abu Umamah menjawab, “Aku sedang dilanda kesusahan dan dililit utang, wahai Rasulullah.”
Apa yang dilakukan Rasulullah untuk membantu sahabatnya itu? Rasulullah tidak serta merta membantu meringankan beban Abu Umamah dengan melunasi utangnya. Padahal, kalaupun Rasulullah sedang tidak memiliki harta, beliau bisa meminta bantuan dari sahabat-sahabatnya yang lain untuk membantu Abu Umamah. Tapi, Rasulullah tidak melakukan itu semua.
Rasulullah memberikan solusi yang jauh lebih baik. Beliau bersabda kepadanya, “Ketahuilah, aku akan mengajarkan padamu doa yang apabila engkau baca, maka Allah Swt. Akan menyingkirkan kesedihan dan membayarkan utang-utangmu. Ucapkanlah pada waktu pagi dan sore:
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ
Allaahumma innaa na’uudzu bika minal hammi wal hazani wal ‘ajzi wal kasali wal bukhli wal jubni wa dhala’id daini wa ghalabatir rijaal
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada. Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan utang dan kesewenang wenangan manusia.”
Menjadi pemimpin yang adil
Setiap manusia adalah pemimpin, baik itu pemimpin bagi orang lain maupun bagi dirinya sendiri. Salah satu kewajiban pemimpin adalah mengayomi orang-orang yang mengikutinya, berbuat adil kepada semua yang dipimpinnya.
Demikian juga seorang suami, ia harus bersikap adil di tengah- tengah keluarga. Sikap adil juga wajib diwujudkan di antara anak- anak. Jangan sampai ia berbicara dengan anaknya dengan nada yang kasar, sedangkan kepada anak yang lain dengan nada yang lembut.
Meskipun menjadi pemimpin dalam keluarga, suami juga tidak boleh bersikap otoriter, selalu memaksakan kehendak agar segala keinginannya dituruti. Ini sama saja disebut suami atau pemimpin yang zalim. Peringatan tegas ditujukan kepada pemimpin yang zalim berupa kesulitan-kesulitan dan ancaman siksaan, baik di dunia maupun di akhirat.
Rasulullah bersabda, “Apabila ada hamba atau pemimpin yang diamanahi mengurusi umat lalu ia tidak berusaha keras untuk membantu dan tidak pula menasihati umatnya, maka Allah mengharamkan surga baginya.” (HR. Muslim)
Menjadi pemimpin merupakan fitrah manusia sejak ia lahir ke dunia fana ini. Bersyukurlah mereka yang mampu dan diberi amanah mengurusi kepentingan umat atau keluarga dalam skala kecil. Orang yang diamanahi menjadi pemimpin akan mendapat peluang besar untuk meraih surga, apabila dirinya mampu Menjalankan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya. Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya, orang-orang yang berbuat adil kelak di sisi Allah berada di atas mimbar-mimbar cahaya. Orang-orang yang berbuat adil dalam mengambil keputusan, adil terhadap keluarga dan dalam kepemimpinannya.” (HR. Muslim)
Rasulullah Saw. Juga telah menjelaskan, di antara penghuni surga adalah orang-orang yang memiliki kekuasaan lalu berbuat adil, orang yang mempunyai sifat penyayang kepada keluarga dan setiap orang di sekitarnya, serta orang yang menanggung beban keluarga dan banyak orang lainnya, namun dirinya tidak mau hidup meminta-minta.
Dalam masalah keadilan ini, alangkah baiknya seorang istri terus mendoakan suaminya agar tetap menjadi pemimpin yang amanah, pemimpin yang adil, pemimpin yang bisa membawa kemaslahatan bagi orang banyak. Di antara doa yang bisa dibaca oleh istri adalah:
اللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَائِنَا، وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وَلَا يَتَنَا فِيمَنْ خَافَكَ وَاتَّفَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ
Allahumma aaminnaa fii awthaaninaa, wa ashlih aimmatanaa wa wulaata umuurinaa, waj’al walaayatanaa fiiman khaafaka wattaqaaka wattaba’a ridhaaka yaa rabbal ‘aalamiina.
“Ya Allah, jadikan kami merasa aman di tanah air kami. Perbaikilah para pemimpin dan orang-orang yang memegang urusan kami. Jadikan pemimpin kami orang yang takut kepada-Mu, bertakwa kepada-Mu, dan senantiasa mengikuti ridha-Mu, wahai Rabb alam semesta.”
اللَّهُمَّ وَفَقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ مِنَ الْأَفْوَالِ وَالْأَعْمَالِ يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَهُ بِطَانَتَهُ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ وَصَلَّىالله وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
Allaahumma waffiq waliyya amrinaa limaa tuhibbuhu wa tardhaahu minal aqwaali wal a’maali yaa hayyu yaa qayyuumu. Allaahumma ashlih lahu bithaanatahu yaa dzal jalaali wal ikraami. Wa shallallaahu wa sallama wa baaraka ‘alaa nabiyyinaa Muhammadin.
“Ya Allah, berilah kemudahan kepada pemimpin kami terhadap perkara yang Engkau cintai dan ridhai, baik dari perkataan maupun perbuatan, wahai Rabb yang Maha Hidup dan Maha Menjaga. Ya Allah, perbaiki juga orang-orang yang ada di sekelilingnya, wahe Rabb yang Memiliki Keagungan dan Kemuliaan. Semoga Allah selalu memberikan shalawat, salam, dan berkah-Nya kepada Nabi Muhammad.”
Menjadi suami yang jujur
Siapa yang tidak mau mempunyai suami jujur. Pasti setiap istri ingin sekali jika suaminya bisa jujur dan terbuka tentang apapun yang dialaminya, baik itu peristiwa yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan. Jika suami bisa bercerita tanpa beban, istri akan merasa lebih plong. Karena, sejatinya sepasang suami-istri seperti sahabat karib yang bisa saling berbagi. Tidak ada yang ditutupi, semuanya harus saling mengetahui.
Memang untuk bersikap jujur itu sangatlah tidak mudah. Istri juga harus bersiap untuk hal yang terpahit sekalipun untuk menghadapi kejujuran suami. Pepatah bilang, “Lebih baik jujur demi kebaikan di kemudian hari dan selamanya, daripada berbohong tetapi mengecewakan dan melukai hati.”
Sama halnya dalam hubungan suami-istri. Dalam suatu kasus, istri berharap agar suami bisa memberikan jawaban atau komentar yang jujur dengan konsekuensi istri siap menerima jawaban yang diberikan suami. Tidak ada kesal, tidak ada sakit hati.
Berikut ini adalah doa-doa agar suami bisa menjadi orang jujur, menjadi orang yang bertanggung jawab dunia dan akhirat, hingga menjadi orang yang husnul khatimah di akhir hayatnya:
ربَّنَا إِنَّنا . سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ (۱۹۳) رَبَّنَا وَآتِنَا مَا وَعَدتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ (١٩٤)
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu) ‘Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan para rasul-Mu dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.” (QS. Ali Imran [3]: 193-194)
Keterangan:
Doa ini sangat baik dibaca pada setiap kesempatan, tapi lebih utama pada waktu tengah malam (sepertiga malam) sampai menjelang subuh. Karena, ayat ini pula yang dibaca Nabi Saw. Ketika bangun dari tidur sambil memandang langit. Demikian penjelasan Imam Bukhari dari Ibnu Abbas.
Bermanfaat bagi orang lain
Keluarga sakinah adalah keluarga yang bahagia dan juga keluarga yang bisa memberikan kebahagiaan untuk orang lain. Kesuksesan sebuah keluarga tidak hanya dirasakan sendiri, melainkan ikut dibagikan dengan orang lain terutama dengan kerabat dekat.
Apa artinya kesuksesan jika pada akhirnya tidak menjadikan pribadi semakin bermanfaat? Bukankah kesuksesan itu tidak terjadi dengan sendirinya? Pasti ada peran orang lain dalam memperjuangkan sebuah impian. Tidak ada dalam sejarah, ada orang yang bisa mengukir kesuksesannya dengan kemampuannya sendiri. Hal ini sudah menjadi kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Maka dari itu, manusia akan selalu membutuhkan satu sama lain untuk bisa bertahan hidup dan mencapai impian dalam hidup.
Apa yang kita cari dalam hidup ini? Tidak lain adalah kebahagiaan. Setelah harta, pangkat, kedudukan, dan ilmu sudah didapat, lalu apa lagi? Tidak ada lagi yang kita cari selain kebahagiaan. Kebahagiaan itu akan terwujud manakala kita mau berbagi dengan orang lain, dengan orang yang membutuhkan uluran tangan kita.
Rasulullah Saw. Bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Ahmad dan Thabrani)
Dari hadis di atas jelas bahwa menusia yang paling baik adalah manusia yang paling banyak memberikan manfaat kepada orang lain. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menjadi pribadi yang bermanfaat untuk orang lain, terutama bagi kita yang sudah berkeluarga:
- Berbagi ilmu. Semakin kita mengamalkan ilmu dan membagikan ilmu kepada orang lain, hal itu tidak akan menjadikan kita bodoh, justru ilmu yang kita miliki akan terus bertambah. Ada banyak ilmu yang bisa kita bagikan kepada orang lain. Yang penting, ilmu itu bukan ilmu sesat yang mengarahkan orang lain berbuat jahat. Berbagi ilmu itu mudah, bisa lewat tulisan, perkataan, ataupun tindakan langsung yang ditujukan kepada orang terkait.
- Berbagi nasihat. Setiap orang butuh nasihat, tidak peduli atasan atau bawahan, anak kecil atau dewasa, kaya atau miskin. Nasihat adalah tutur kata yang baik, yang mengarahkan diri kita menjadi pribadi yang lebih baik. Ketika kita melihat orang lain berbuat hal yang tidak benar, maka nasihatilah dia sesuai dengan porsi masing- masing.
- Berbagi ide. Ide terkadang menjadi bentuk bantuan yang sangat baik bagi orang lain. Ide yang kita berikan bisa jadi memecah kebuntuan orang lain atas masalah yang mereka alami. Coba kita bayangkan betapa senangnya jika ide kita itu bisa bermanfaat dan membantu orang lain.
- Berbagi waktu. Waktu adalah uang. Itulah yang sering dijadikan alasan kenapa orang sangat memerhatikan masalah waktu dan terkesan tidak mau membuang waktu begitu saja. Tapi, perlu kita tahu juga karena waktu, seorang anak sering marasa tidak punya orangtuanya, seorang adik merasa tidak mempunyai kakak, seorang anak kecewa sebab di hari pentingnya orangtua tidak bisa hadir. Kenapa hal itu bisa terjadi? Karena mereka tidak bisa berbagi waktu. Penting kita pahami bahwa berbagi waktu dengan orang lain tidak akan menjadikan kita kehilangan uang. Justru berbagi waktu dengan orang lainnya akan membuat kita menjadi pribadi yang mau peduli dan memerhatikan nasib orang lain.
keempat poin ini sejatinya adalah ilmu atau pengetahuan. Ilmu bisa bermanfaat bila tidak hanya dinikmati sendiri, melainkan juga bisa dirasakan orang lain. Berbagi ialah perkara yang baik, selama dalam hal kebaikan dan kebenaran.
Berikut ini adalah doa-doa berharga yang bisa dipanjatkan oleh seorang istri yang diperuntukkan bagi suaminya agar menjadi pribadi yang bermanfaat. Doa-doa ini diambil dari beberapa hadis Rasulullah Saw,
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
Allaahumma innaa nas-aluka ‘ilman naafian wa rizqan thayyiban wa ‘amalan mutaqabbalan.
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang halal, dan amal yang diterima.”
اللَّهُمَّ الْفَعْنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا وَعَلَّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا وَزِدْنَا عِلْمًا
Allaahummanfa’naa bimaa ‘allamtanaa wa ‘allimnaa maa yanfa’unaa wa zidnaa ‘ilman.
“Ya Allah, berikanlah manfaat kepadaku dengan apa-apa yang Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarkanlah aku apa-apa yang bermanfaat bagiku dan tambahkanlah ilmu kepadaku.”
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعْ وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهُ
Allaahumma inii a’uudzu bika min ‘ilmin laa yanfa’ wa min qalbin laa yakhsya’ wa min nafsin laa tasyba’ wa min da’watin laa yustajaabu lahu.
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, nafsu yang tidak pernah puas, dan doa yang tidak dikabulkan.”